Kebijakan Saudi Buat Biaya Haji dan Umroh Naik


Link Berita:

Kebijakan Saudi Buat Biaya Haji dan Umroh Naik
Sabtu, 27 Agustus 2016 10:53 WIB

Jakarta, HanTer - Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Ustadz Dimas Cokro Pamungkas mengatakan, peraturan baru Pemerintah Arab Saudi untuk visa sekali masuk kepada semua pengunjung kecuali jamaah baru, yang belum pernah menunaikan ibadah haji atau umrah akan sangat berpengaruh bagi tata kelola haji dan umroh di Indonesia. Akibatnya, perusahaan travel pasti akan menaikkan biaya umroh atau haji kepada jamaah yang sudah pernah melaksanakan ibadah umroh.

Dimas menilai peraturan visa baru yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi merupakan efek dari menurunnya harga minyak. Oleh karenanya Arab Saudi berusaha memperkokoh pondasi perekonomiannya lewat jalur non migas, seperti dibidang haji dan umroh. Apalagi saat ini pemerintah Arab Saudi juga melakukan pembangunan besar-besaran mereka terhadap sarana dan prasarana pendukung umroh dan haji.

"Kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadap masalah visa dan segala peraturannya karena itu hak mereka yang punya negara. Kita sebagai tamu mau tidak mau mengikuti apa yang jadi peraturan tuan rumah," paparnya.

Hal bijak yang bisa dilakukan terkait kenaikan harga visa tersebut, ujar Dimas, adalah meluruskan niat diri sebagai tamu Allah. Selain itu travel juga harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi para jamaahnya.

"Kita juga harus mengesampingkan segala riya', niat ingin dipuji, dianggap pintar agama, sehingga dengan modal keterbatasan memaksakan naik haji," jelasnya.

Visa Gratis

Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia memutuskan harga baru visa masuk ke negerinya. Visa haji untuk yang pertama kali menunaikan ibadah haji, ditanggung kerajaan alias gratis. Namun bagi warga negara asing yang berhaji untuk kedua kali dan seturusnya, akan dikenakan biaya visa hingga 2.000 Saudi Riyal (SAR).

Keputusan kenaikan harga visa tersebut merupakan hasil sidang Kabinet Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia yang berlangsung Senin (8/8/2016) lalu. Penetapan kenaikan harga baru ini diambil atas rekomendasi Kementerian Keuangan dan Kementerian Ekornomi dan Perencanaan Saudi (Ministry of Finance and the Ministry of Economy and Planning), untuk meningkatkan pendapatan di luar sektor perminyakan.

Keputusan ini dibacakan Pangeran Mohammed bin Naif, di Istana Al-Salam, Jeddah. Dalam keputusan tersebut dirinci antara lain: Biaya visa sekali masuk atau one-time entry visa ditetapkan sebesar 2.000 Saudi Riyal (SAR) atau senilai Rp6.900.000,00.




(Safari)

Jika Membawa Mudharat Maka Harga Rokok Layak Naik



Jika Membawa Mudharat Maka Harga Rokok Layak Naik

Rabu, 24 Agustus 2016 14:05 WIB

Jakarta, HanTer - Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu/bungkus menjadi perbincangkan di masyarakat. Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), ormas keagamaan terbesar di Indonesia pun ikut bersuara terkait wacana kenaikan harga rokok tersebut. Apalagi kebiasaan merokok banyak dilakukan oleh sejumlah tokoh dan pengurus NU.

"Kalau bicara hukum Islam bab rokok sampai kapanpun tidak akan ada titik kesepakatan, karena ada yang mengharamkan ataupun menghalalkan," kata Dimas Cokro Pamungkas, tokoh muda NU kepada Harian Terbit, Rabu (24/8/2016).

Menurut Dimas, pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum tentang rokok, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudharatan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam QS. Al-Baqarah: 195, dan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Majah, No.2331.

"Bertolak dari dua nash itu, ulama sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudharat adalah haram,' jelas Dimas.

Dimas menuturkan, untuk menentukan rokok haram atau tidak maka jangan menggunakan standard ganda, sebab hukum agama diterapkan saat tidak ada berkepentingan. Sementara saat bertentangan dengan keinginan pura-pura tidak paham maka dikembalikan ke masing-masing pribadi, apakah rokok itu membawa manfaat atau mudharat.

"Dari sisi perpolitikan, saya acungi dua jempol buat pemerintahan Jokowi kalau benar-benar menaikkan harga rokok. Karena dengan menaikan harga rokok bisa memperbaiki bangsa tanpa takut tersandera banyaknya konflik kepentingan," papar Ketua Pagar Nusa Sapujagad Nahdlatul Ulama ini.

Dimas menilai, kebijakan menaikan harga rokok memang tidak populer karena akan mengancam suara pemilu Jokowi yang akan datang. Karena bisa saja para juragan rokok memusuhinya di pilpres nanti. Belum lagi Jokowi akan diserang para pecandu rokok yang begitu besar jumlahnya dan sangat militan, juga serangan atas nama lapangan pekerjaan yang terganggu bagi para buruh rokok.

"Bila memang pemerintah mampu memaksakan harga rokok mahal maka Jokowi menjadi pemerintahan yang super berani dan dahsyat. Kalau memang tulus ingin menyelamatkan bangsanya biarkan Tuhan yang menyelamatkan saat pemilu yang akan datang.," paparnya.

Dimas mengungkapkan, kemajuan suatu negara bisa diukur dari bagaimana pemerintahannya dalam mensikapi rokok, semakin maju suatu negara akan semakin ketat dalam memberlakukan peredaran rokok. Contohnya Singapora. Oleh karena itu jika indonesia masih saja berkutat di dunia rokok, maka sampai kapanpun maka Indonesia masih bangsa dunia ketiga, sejajar dengan kebanyakan bangsa Asia dan Afrika yang tak mampu survive dari kecanduan rokok.

Saat ini, pemerintah terus melakukan kajian untuk mencapai target penerimaan cukai di 2017. Hal ini sejalan dengan penerimaan cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 ditetapkan sebesar Rp157,1 triliun di mana sekitar Rp149 triliun berasal dari cukai rokok.




(Safari)

Ormas Gelar Sweeping, NU: Jangan Rampas Hak Orang Untuk Ke Warung Selama Ramadhan


Ormas Gelar Sweeping, NU: Jangan Rampas Hak Orang Untuk Ke Warung Selama Ramadhan

Dimas Cokro
Jakarta, HanTer - Ormas keagamaan Front Pembela Islam (FPI) bakal memantau tempat hiburan malam (THM) sepanjang bulan puasa 2016. Ormas pimpinan Habib Rizieq Syihab itu akan turun ke jalan hanya untuk memantau apakah THM benar-benar patuh terhadap aturan atau tidak. Jika tidak maka FPI tidak akan segan-segan untuk minta menutupnya.

Namun aksi FPI yang sangat keras terhadap THM yang melanggar aturan ditentang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Alasannya, Indonesia bukan berdasarkan satu agama saja yakni Islam tapi ada juga empat agama lain yang dianut masyarakat Indonesia. Sehingga semua masyarakat Indonesia harus bisa menjalin toleransi dengan penganut agama yang lainnya.

"Selama ini Ramadhan identik dengan aksi sweeping ormas Islam terhadap tempat hiburan, hotel, kos-kosan, atau rumah makan. Ayolah kita hentikan, apa manfaatnya buat kita umat muslim?," ujar pengurus PBNU, ustadz Dimas Cokro Pamungkas kepada Harian Terbit, Rabu (1/6/2016).

Menurut tokoh muda NU ini, umat Islam tidak mempunyai kepentingan dalam aksi sweeping yang kadang berujung dengan anarkis. Karena umat Islam bukan lagi anak kecil yang menangis minta makan saat melihat orang makan. Kegiatan di warung itu ada hak wanita yang berhalangan puasa karena haid, hamil atau menyusui. Ada juga hak orang yang berhalangan puasa seperti manula, anak-anak atau orang yang bepergian jauh.

"Di warung ada juga hak banyak warga negara Indonesia lainnya yang beragama non muslim," tegas Ketua Pencak Silat NU Pagar Nusa Sapujagad ini.

Indonesia, sambung ustadz Dimas, memiliki lima agama yang diakui negara, belum lagi aliran kepercayaan yang dianut masyarakat Indonesia lainnya. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh merampas hak orang lain untuk pergi ke warung selama Ramadhan. Dengan melarang warung berbuka maka artinya umat Islam memaksa mereka ikut puasa sehingga hal tersebut kurang arif dan bijaksana.

"Islam itu rahmatan lil alamin yang membawa kebaikan pada semua. Itu harus kita implementasikan di kehidupan nyata, jangan malah menjelekkan nama Islam di mata dunia," papar Ketua Majlis Dzikir Qurrota A'yun Ini.

Lebih lanjut ustadz Dimas mengatakan, razia Ramadhan adalah tugas pihak yang berwajib seperti Satpol PP, TNI dan Polri. Oleh karena itu sudah sepantasnya tugas merazia diserahkan kepada mereka. Namun pihak berwenang juga harus tanggap, jika ada ormas yang mensweeping maka harus langsung diredam dan jangan dibiarkan.

"Karena sikap pembiaran itulah yang bisa memicu reaksi masyarakat untuk bertindak sendiri. Jadi sweeping atau anarki, jangan sampai, pemerintah harus waspada dan buka mata," paparnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono memang akan bertindak tegas terhadap ormas yang melakukan sweeping di bulan puasa. Oleh karenanya ia meminta ormas tidak melakukan aksi sweeping di tempat-tempat hiburan karena kewenangan penindakan terhadap pelanggaran ada di Polri.

Polda Metro Jaya melaksanakan berbagai kegiatan selama bulan Ramadan seperti Operasi Patuh Jaya dan Operasi Pekat. Selain itu Polda Metro Jaya dan beberapa instansi terkait seperti Satpol PP juga akan melakukan penertiban bersama di tempat-tempat hiburan malam.




(Safari)

NU : Mafia Peradilan Seperti Lingkaran Setan



NU : Mafia Peradilan Seperti Lingkaran Setan

ilustrasi
Jakarta, HanTer - Praktik mafia peradilan sudah sangat meresahkan para pencari keadilan. Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pimpinan negara belum juga turun tangan untuk mengatasinya. Padahal sudah banyak perangkat peradilan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Pengurus Nahdatul Ulama (NU) Dimas Cokro Pamungkas sangat menyesalkan belum turun tangannya Presiden Jokowi untuk mengatasi mafia peradilan. Padahal UUD 1945 sudah jelas bahwa Indonesia sebagai negara hukum, dan menjadikan hukum sebagai panglima untuk mencari keadilan. 

"Namun di ranah hukum pula kita terpukul telak seakan segala kecurangan di sektor hukum sudah bukan hal aneh," kata Dimas Cokro Pamungkas kepada Harian Terbit, Kamis (5/5/2016).

Menurut Dimas, saat ini kecurangan huku sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Oleh karena itu kecurangan hukum telah merasuki semua elemen penegakan hukum. Hal ini terjadi karena terlalu banyak konflik kepentingan di dalamnya, apalagi jika ada orang yang ingin mengamankan diri dari kepentingannya. 

Namun di lain pihak ada yang menemukan kesempatan untuk memperkaya diri. Oleh karena itu mafia peradilan layaknya lingkaran setan yang berakibat akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan menghancurkan Indonesia secara perlahan. 

"Pemerintah harus tanggung jawab terhadap praktek mafia peradilan. Pemerintah harus tegas, jangan terbawa arus putaran keruwetan ini, tunjukkan wibawanya untuk tidak takut terhadap mafia kelas kakap di negeri ini. Saatnya memperlihatkan negara mengatur diri sendiri, bukan negara diatur mafia.

Sebagai solusi, ujar Dimas, maka harus dilakukan pembenahan internal. Berlakukan 'reward-punishment'. Pilih pemimpin yang bisa membawa gerbong peradilan ke rel yang tepat untuk membuat Indonesia sejahtera dan terbebas dari praktek mafia peradilan. 

"Selain pemerintah. Kita juga tidak boleh cuek adanya budaya suap. Biasakan kita melakukan 'self consep' yang dilanjutkan dengan 'self control'. Kalau sebagian besar masyarakat Indonesia terbiasa dengan hal tersebut Insya Allah bisa menjadi efek 'control sosial' yang bisa memperbaiki negeri ini," paparnya. 

Seperti diketahui untuk memberangus mafia peradilan ini KPK telah menangkap sejumlah perangkat peradilan. Setidaknya KPK telah menangkap tangan terhadap Ka Subdit Kasasi dan PK MA serta Hakim dan Panitera PTUN Medan. KPK juga telah menangkap Jaksa di Jawa Barat. Serta operasi tangkap tangan makelar kasus yang diduga melibatkan Jaksa yang bertugas di Kejati DKI Jakarta.




(Safari)

Majelis Zikir di Jombang Jadi Jujugan Caleg Stres



Majelis Zikir di Jombang Jadi Jujugan Caleg Stres

Sabtu, 12 April 2014 11:27
Majelis Zikir di Jombang Jadi Jujugan Caleg Stres
surya/faiq nuraini

Petugas RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto saat menyiapkan ruangan khusus untuk caleg jika stres gagal nyaleg, Rabu (19/2/2014).

SURYA Online,JOMBANG - Kendati penghitungan suara pileg belum resmi diumumkan, namun calon anggota legislatif (caleg) yang merasa perolehan suaranya tak mampu menembus kursi parlemen, sudah ada yang stres.
Mereka mencari ‘pelarian’ ke tempat-tempat ‘orang pintar’ guna menenangkan diri.
Setidaknya itu diakui Ketua Majelis Zikir Qurrota A'yun Jombang, Dimas Cokro Pamungkas atau Gus Dimas.
"Ada satu caleg yang datang. Dia menangis, mentalnya drop. Dia belum bisa menerima kekalahannya. Dia ingin menenangkan diri," kata Gus Dimas, Sabtu (12/4/2014).
Namun Dimas yang beralamat di Desa Wangkalkepuh, Kecamatan Gudo, Jombang ini enggan mau menyebut identitas caleg tersebut, karena alasan melindungi privasi caleg bersangkutan.
“Yang jelas, dia orang luar Jombang,” imbuh Gus Dimas.
Ustad muda ini menceritakan, caleg tersebut membeberkan semua ganjalan hati dan unek-uneknya.

Antara lain, soal ludesnya harta benda dan uang pinjaman akibat digunakan sebagai ‘ongkos politik’.
Mulai pemasangan alat peraga kampanye, sangu para pemilih dan sampai kebutuhan sosialisasi, baik untuk tim sukses maupun dirinya sendiri.
Namun ironis, meski harta sudah ludes, perolehan suara dipastikan jauh dari signifikan.
Karena kondisi itu pula, si caleg mengalami depresi hebat. Dia ngomongnya mulai ngelantur. Menuduh dikhianati tim suksesnya, menilai masyarakat mata duitan, hingga merasa perolehan suaranya 'dicuri' secara gaib oleh lawan politik.
"Sebagai permulaan, saya dengarkan saja curhatnya. Setelah itu secara perlahan kita kuatkan hatinya," kata Gus Dimas yang juga Ketua Peguruan Silat NU Pagar Nusa Peguron Sapujagad Jombang, ini.
Tahap selanjutnya, sambung Gus Dimas, dirinya melakukan penguatan mental baik lewat keluarga maupun lewat siraham agama Islam kepada caleg depresi tersebut.
Untuk pendekatan agama, Gus Dimas mengajak caleg melakukan istigfar, wirid, berdoa dan mengadukan semua yang dialami kepada Allah.

"Selain itu juga saya ajak mandi malam dan salat malam. Dengan begitu yang bersangkutan selalu ingat Allah," jelas Gus Dimas.
Gus Dimas mengatakan, caleg yang mendatangi Majelis Zikir tersebut menjalani ‘rawat jalan’. Namun begitu, dia berusaha memantau perkembangan caleg tersebut lewat keluarganya.



"Saya agendakan setiap pekan sekali bertemu langsung guna mengecek perkembangannya," tutur Gus Dimas.