Jika Membawa Mudharat Maka Harga Rokok Layak Naik



Jika Membawa Mudharat Maka Harga Rokok Layak Naik

Rabu, 24 Agustus 2016 14:05 WIB

Jakarta, HanTer - Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu/bungkus menjadi perbincangkan di masyarakat. Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), ormas keagamaan terbesar di Indonesia pun ikut bersuara terkait wacana kenaikan harga rokok tersebut. Apalagi kebiasaan merokok banyak dilakukan oleh sejumlah tokoh dan pengurus NU.

"Kalau bicara hukum Islam bab rokok sampai kapanpun tidak akan ada titik kesepakatan, karena ada yang mengharamkan ataupun menghalalkan," kata Dimas Cokro Pamungkas, tokoh muda NU kepada Harian Terbit, Rabu (24/8/2016).

Menurut Dimas, pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum tentang rokok, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudharatan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam QS. Al-Baqarah: 195, dan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Majah, No.2331.

"Bertolak dari dua nash itu, ulama sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudharat adalah haram,' jelas Dimas.

Dimas menuturkan, untuk menentukan rokok haram atau tidak maka jangan menggunakan standard ganda, sebab hukum agama diterapkan saat tidak ada berkepentingan. Sementara saat bertentangan dengan keinginan pura-pura tidak paham maka dikembalikan ke masing-masing pribadi, apakah rokok itu membawa manfaat atau mudharat.

"Dari sisi perpolitikan, saya acungi dua jempol buat pemerintahan Jokowi kalau benar-benar menaikkan harga rokok. Karena dengan menaikan harga rokok bisa memperbaiki bangsa tanpa takut tersandera banyaknya konflik kepentingan," papar Ketua Pagar Nusa Sapujagad Nahdlatul Ulama ini.

Dimas menilai, kebijakan menaikan harga rokok memang tidak populer karena akan mengancam suara pemilu Jokowi yang akan datang. Karena bisa saja para juragan rokok memusuhinya di pilpres nanti. Belum lagi Jokowi akan diserang para pecandu rokok yang begitu besar jumlahnya dan sangat militan, juga serangan atas nama lapangan pekerjaan yang terganggu bagi para buruh rokok.

"Bila memang pemerintah mampu memaksakan harga rokok mahal maka Jokowi menjadi pemerintahan yang super berani dan dahsyat. Kalau memang tulus ingin menyelamatkan bangsanya biarkan Tuhan yang menyelamatkan saat pemilu yang akan datang.," paparnya.

Dimas mengungkapkan, kemajuan suatu negara bisa diukur dari bagaimana pemerintahannya dalam mensikapi rokok, semakin maju suatu negara akan semakin ketat dalam memberlakukan peredaran rokok. Contohnya Singapora. Oleh karena itu jika indonesia masih saja berkutat di dunia rokok, maka sampai kapanpun maka Indonesia masih bangsa dunia ketiga, sejajar dengan kebanyakan bangsa Asia dan Afrika yang tak mampu survive dari kecanduan rokok.

Saat ini, pemerintah terus melakukan kajian untuk mencapai target penerimaan cukai di 2017. Hal ini sejalan dengan penerimaan cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 ditetapkan sebesar Rp157,1 triliun di mana sekitar Rp149 triliun berasal dari cukai rokok.




(Safari)