Mengungkap Asal Usul Gajah Mada



Mengungkap Asal Usul Gajah Mada
Syahrul Ansyari, Dody Handoko
Kamis, 4 Juni 2015, 06:02 WIB

VIVA.co.id - Kitab Nagarakretagama menuliskan bahwa pada 1285 Raja Kertanegara mengirimkan utusan ke kerajaan Sriwijaya di bawah pimpinan Kebo Anabrang (nama lainnya Mahesa Anabrang) dan Mahapatih Singosari Adityawarman (maksudnya Sri Wiswarupa Kumara atau Adwaya Brahma).

Tujuan awal Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin kerjasama yang baik. Tetapi, penolakan Raja Dharmasraya memicu pengiriman pasukan Singosari yang dipimpin oleh Kebo Anabrang tadi yaitu seorang Melayu yang diangkat menjadi perwira Singosari.

Pertempuran pertama antara kedua kerajaan terjadi pada tahun 1268. Kemenangan Singosari ditandai dengan pengiriman Arca Amoghapasa bersama dengan 4.000 prajurit khusus Singosari. Prasasti Padangroco menyebutkan bahwa arca tersebut adalah hadiah persahabatan dari Raja Kertanagara untuk Raja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa (Raja Melayu di Dharmasraya).

Kemudian, para utusan dari Kerajaan Singosari kembali ke tanah Jawa dengan membawa dua orang putri Melayu yakni Dara Petak dan Dara Jingga yang merupakan putri-putri dari Maharaja Sriwijaya (Darmasraya) Trailokya Maulibhusanawarmadewa (nama lain dari Tribuanaraja). Perjalanan ke Jawa sangat jauh dan berbahaya apalagi dua putri Maharaja tersebut dibawa oleh orang-orang yang belum dikenal dengan baik oleh mereka.

"Maharaja memerintahkan beberapa orang prajurit tangguh untuk mengawal kedua putri tersebut, di antaranya adalah Gajah Mada yang masih berusia muda," ujar budayawan Mojokerto, Dimas Cokro Pamungkas.

Dimas menuturkan bahwa Gajah Mada bukan nama yang sebenarnya, itu hanya sebuah julukan atau gelar yang diberikan kerajaan. Dahulu, Maharaja Melayu selalu memberi julukan atau nama kehormatan untuk para prajurit-prajurit terbaik mereka.

"Julukan menggunakan nama-nama binatang seperti Harimau Campo, Kucing, Kambing Hutan, Anjing Mualim, Gajah Tongga. Ada juga dengan dengan sebutan si Binuang, Si Gumarang, Si Kinantan, Si Kumbang dan banyak lainnya," ujarnya.

Pemberian gelar tersebut masih dilaksanakan sampai saat ini bagi orang-orang yang berjasa untuk negara. Nama-nama kehormatan itu selalu mempunyai arti dan makna begitu juga dengan sebutan Gajah Mada. 

Mada dalam bahasa Melayu dialek Minangkabau diartikan sebagai bandel atau tidak bisa diatur. Jadi Gajah Mada itu maksudnya binatang yang berbadan besar yang tidak bisa diatur atau Gajah Bandel.

Ketangguhan dan kesetiaan Gajah Mada dan rekan-rekannya terhadap kerajaan sudah diakui sehingga mereka mendapat kepercayaan untuk mengawal putri-putri kerajaan ke tanah Jawa.

Sampai di tanah Jawa, mereka tidak menemukan lagi Kerajaan Singosari dan Kertanegara pun telah meninggal dunia. Pada saat itu, telah berdiri kerajaan baru yang bernama Majapahit yang didirikan oleh Raden (Ra Hadyahan) Wijaya (Kertajasa Jayawardhana). Raden Wijaya memperistrikan Dara Petak yang kemudian melahirkan Raja Majapahit berikutnya yakni Jayanegara dan Dara Petak mendapatkan posisi sebagai Permaisuri kerajaan Majapahit.

Sedangkan Dara Jingga diperistri oleh Mahapatih Dyah Adwayabhrahma (nama lain dari Mahesa Anabrang) yang melahirkan Adityawarman yang kelak menjadi Maharaja tanah Melayu.

Semasa Dara Petak menjadi permaisuri dan Jayanegara sebagai putra Mahkota Majapahit, Gajah Mada dipercaya sebagai prajurit istana (Bhayangkara) yang mengawal mereka. Dahulu seorang prajurit istana atau pengawal keluarga kerajaan merupakan orang terdekat dan bisa dipercaya.

Menguak Misteri Harta Karun Majapahit
Gajah Mada sejak awal sudah dipercaya oleh Kerajaan Melayu atau Sriwijaya (Darmasraya) untuk mengawal putri Dara Petak. Maka hingga pada masa di Majapahit dipercaya untuk memimpin prajurit Bayangkara yang mengawal Dara Petak beserta putranya.




© VIVA.co.id